PERJUANGAN di Tengah COVID-19: Transpuan Muda Memimpin Gerakan Tanggap Pandemi – Kisah Della

Published October 30, 2020
Language English

Pandemi COVID-19 merupakan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ia merenggut nyawa, menghancurkan mata pencaharian, dan mengganggu perekonomian di seluruh dunia. Dengan dukungan dari Aidsfonds dan UNAIDS, Asia Pacific Transgender Network (APTN) dan Youth LEAD telah bekerja bersama untuk meningkatkan visibilitas dan suara para pemimpin muda yang merupakan bagian dari komunitas ragam gender di seluruh Asia dan Pasifik.

Ini merupakan kisah kedelapan dari seri cerita fitur tentang para pemimpin muda transgender yang menampilkan kegigihan serta keteguhan mereka di tengah tantangan COVID-19. Baca juga postingan lain dalam seri ini di sini: APTN x YouthLEAD’s Dignity Amidst COVID-19: Stories of Trans Youth Leaders.

Della, aktivis transpuan dengan HIV, menjaga komunitasnya di Indonesia


Aku Della dari Sumatera Selatan, Indonesia. Usiaku 23 tahun, aku adalah seorang transpuan dengan HIV, sudah sejak lama aku bekerja dengan kelompok dukungan Yayasan Srikandi Sejati. Di yayasan ini, aku bertanggung jawab untuk memberikan informasi terkait askes layanan kesehatan, serta membantu transpuan lainnya yang hidup dengan HIV terutama dalam fase-fase penerimaan diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sejak aku berumur enam tahun, aku sudah yakin dengan identitas genderku. Sejak kecil aku menghabiskan sore yang panjang dengan saudara perempuanku, aku biasa memakai baju-bajunya dan selalu merasa aku seorang gadis kecill yang cantik. Selama sekian tahun, saudara perempuanku menjadi sahabat terbaik buatku, dia membantuku menemukan sisi feminin yang ada dalam diriku, dia lah yang membuatku menyadari bahwa aku adalah seorang transpuan. Dia juga orang pertama dalam keluarga yang menerimaku apa adanya, dia menunjukkan padaku pentingnya mencintai dan menghargai diri sendiri tanpa memedulikan apa yang orang lain pikirkan. Dia membantuku menjelaskan kepada orang tua kami tentang perasaanku sesungguhnya sebagai seorang transpuan, kami mencoba membuat orang tua memahami. Awalnya, mereka sangat menentang kondisiku dan memaksaku untuk memakai baju laki-laki dan bersikap sebagai laki-laki. Tapi kakak perempuanku terus menerus mendukung dan melindungiku, dia terus mendorongku agar tidak putus asa. Seiring berjalannya waktu, orang tua kami mulai menerima ku juga.

Perjalananku sebagai seorang pemimpin muda transpuan dimulai karena ketertarikanku untuk bekerja dengan komunitasku. Selama bertahun-tahun, aku sudah mengembangkan jaringan transpuan muda yang cukup luas, banyak transpuan yang datang padaku untuk meminta bantuan edukasi dan support agar lebih berkembang. Pada awalnya, aku hanya mendampingi kawan-kawan transpuan terdekat saja. Seiring berjalannya waktu, lingkaran yang kubangun ini menjadi semakin berkembang, semakin banyak transpuan yang sebelumnya tidak kukenali datang padaku untuk bertumbuh bersama. Aku juga belajar untuk mengidentifikasi kebutuhan kawan-kawan komunitasku, kemudian aku menyadari bahwa isu terkait HIV adalah hal yang sangat penting untuk dibincangkan secara lebih terbuka dan serius. Karena itulah aku lantas memutuskan untuk menjangkau organisasi-organisasi dan aktivis-aktivis yang lebih senior di Jakarta untuk membantuku belajar lebih lanjut, sekaligus mengeksplorasi kelompok dukungan untuk transpuan dengan HIV. Setelah bertemu dengan salah satu aktivis, Debi, aku diundang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan sesuai dengan passionku. Ketika aku akhirnya pindah ke Jakarta, Debi mengajariku pentingnya tes IMS (Infeksi Menular Seksual) dan HIV secara berkala. Dia juga yang memperkenalkanku dengan Yayasan Srikandi Sejati yang menyambutku dengan hangat dan memberiku tes beserta konseling HIV secara gratis. Dari tes itu aku tahu bahwa aku memiliki HIV, aku sangat bingung dan ketakutan saat itu. Aku kesulitan untuk memberitahu keluargaku, rasanya sangat tidak siap kala itu. Butuh waktu setahun bagiku untuk memupuk harapan hidup kembali. Aku beruntung karena Yayasan Srikandi Sejati membantuku untuk berdaya dan melanjutkan hidup dengan optimis. Karena mereka aku bisa bangkit kembali dan memutuskan untuk menjadi agen perubahan untuk mencegah orang lain mengalami pengalaman yang sama sepertiku. Bersama Yayasan Srikandi Sejati aku mengedukasi komunitas tentang pencegahan dan pengobatan HIV dan IMS. Saat ini, aku sangat bersyukur atas hidupku, aku bisa berbagi kisahku dan menggunakan pengalamanku sebagai cerita yang bisa menginspirasi dan menolong orang lain. Aku merasa beruntung dan terhormat untuk mewakili dan menjaga komunitas kami di Indonesia

Aktivis Transgender Muda Memimpin Tanggap COVID-19

Pandemi COVID-19 memberikan dampak ekonomi yang begitu dahsyat bagi komunitas trans. Sebagian besar kami bekerja sebagai pekerja seks atau pengamen di jalanan. Sejak wabah COVID-19 dan lockdown, kami kehilangan pelanggan dan sumber penghasilan. Kami tidak boleh bekerja di jalan, dan kebanyakan kawan ku tidak mampu membayar sewa atau sekadar pengeluaran sehari-hari.

Ada tantangan lain bagi kami yang hidup dengan HIV. Meskipun aku tidak pernah kesulitan dalam mengakses obat-obatan atau layanan medis, dan pemerintah melakukan upaya signifikan untuk tetap menyediakan akses ke pengobatan HIV dan pemeriksaan kesehatan, namun banyak kawan yang tidak mampu membayar transportasi ke pusat kesehatan untuk menerima pengobatan.

Bersama dengan Yayasan Srikandi Sejati dan dukungan dari APTN melalui dana tanggap COVID-19 Aidsfonds, kami berhasil mendistribusikan makanan, pembersih tangan dan masker, serta memberikan sejumlah dana untuk membiayai transportasi kawan-kawan dalam mengakses pengobatan HIV dan tes kesehatan. Kami juga mengadakan beberapa lokakarya tentang protokol kesehatan bagi transpuan muda untuk mengajari mereka cara melakukan tindakan pencegahan saat bekerja dan melindungi diri dan klien mereka dari virus korona. Dengan bantuan dari APTN, Yayasan Srikandi Sejati juga membantu komunitas transpuan di lima daerah di Jakarta. Bersama-sama, secara aktif mereka memberikan akses ke layanan kesehatan, sumber makanan, serta kedisiplinan untuk mengonsumsi obat antiretroviral (ARV), serta dukungan kesehatan mental. Hasilnya, 30 transpuan muda mendapatkan manfaat dari agenda Tanggap COVID-19 ini untuk tetap berdaya dan aman selama pandemi.

Pandemi COVID-19 mengingatkan kita betapa rentannya kemanusiaan. Untuk pertama kalinya, aku merasa orang lain belajar memahami kesulitan hidup dengan virus yang mengancam hidup kita. Aku berharap pandemi ini bisa mengajarkan kita untuk tidak mendiskriminasi atau menolak orang karena kondisi medisnya, sebab virus tidak membedakan manusia. Seluruh dunia telah berupaya keras untuk melindungi warganya dari virus ini. Aku percaya bahwa kita bisa belajar untuk melakukan upaya global dan kolaborasi bersama menuju pencegahan HIV.

Beberapa tahun terakhir ini telah memberikan pelajaran hidup yang berarti buatku. Aku belajar untuk menjadi pemimpin bagi komunitasku dan juga menghadapi ketakutanku atas berbagai stigma dan diskriminasi. Sebagai aktivis muda untuk orang yang hidup dengan HIV, aku akhirnya menerima diriku dan status HIV ku. Aku merasa sangat bangga atas diriku sendiri hari ini, dan merasa sangat optimis dalam menatap masa depan dan mencari kesempatan untuk bekerja sama dengan para pemimpin trans muda yang hidup dengan HIV, dalam rangka untuk melindungi dan mendukung komunitas kami.

Untuk semua transpuan muda yang hidup dengan HIV, aku tahu ini bukanlah proses yang mudah dan mungkin membutuhkan waktu untuk menerima status yang kamu miliki. Tetapi aku sangat yakin bahwa jauh di lubuk hatimu, kamu memiliki keberanian untuk mengatasi situasi ini dan mencari dukungan dan bantuan. Kamu tidak sendirian, percayalah, melalui dukungan dari teman, keluarga dan komunitasmu, kamu akan mampu mengatasi ini dan melanjutkan hidupmu. Jaga tubuhmu, imunitasmu dan komunitasmu.